Selasa, 09 Desember 2014

Permen Coklat. Kisah Cinta Pertama si Pot Kaca

choco Candy
http://weheartit.com

Oke, aku lagi slow melow melow. Beberapa hari ngeliat drama romance jadi ikut-ikutan mendramatisir sesuatu. Hmmfft.. I'm kind of that girl. Suasana hati gampang kepengaruh sama film yang ditonton.. hha LOL. Bahkan waktu ngeliat permen coklat dalam toples di meja, jadi keinget sama seseorang. Mungkin sudah waktunya cerita tentangnya ditulis. :D :D

Aku menyebutnya permen coklat. Dia sendiri juga tidak tahu. Soalnya aku nggak pernah bilang. Dia temen aku dari SMP. Kami emang nggak pernah sekelas waktu itu, tapi kami sering punya kegiatan bareng. Kami sama-sama anggota Karya Tulis Ilmiah (KIR) dan kebetulan kami berdualah yang ikut mewakili sekolah untuk suatu kompetisi di daerah kami. Kami tak cukup dekat waktu itu (menurutku), meski setelahnya kami berdua juga ikut serta kembali sebagai perwakilan sekolah untuk event lain.

Sebenernya ada alasan lain kenapa aku nggak merasa kami dekat sebagai teman. Itu karena kami benar-benar berbeda. Waktu sekolah dulu aku bener-bener payah (baru ngerasa sekarang, haha). Kalo di sinetron tuh aku yang jadi siswa teladan kelas, bawa buku seabrek tiap hari, rok seragam lebih panjang dari lutut, penampilan nggak keurus, yang cuma bicara sama temen deket doang yang jumlahnya bisa diitung pake tangan (dari ratusan siswa sekolah -___-). Sementara dia itu orang yang supel, lucu, temennya pun banyak. Aku ngerasa udik banget kalo sama dia.. hahaha.

Kami kemudian melanjutkan ke SMA yang sama. Dan kebetulan satu kelas waktu tingkat 2. Dan anehnya aku masih canggung padanya. Alasannya sama, aku masih belum berubah.. masih ngerasa udik kalo di deketnya.. haha. Aku masih tetep pendiem dan sama sekali nggak bisa gampang berteman. Menyedihkan sekali kayanya masa puberku.. hahahaha...

Karena dia itu supel dan banyak teman, aku sama sekali nggak ngeliat dia sebagai cowok yang bisa jadi temen deketku. Dia baik padaku, sama seperti dia baik ke semua orang. Dia suka menggodaku, seperti yang dilakukannya ke semua orang. Jadi yang kusimpulkan saat itu, aku cuma salah satu dari kebanyakan orang di sekitarnya.

Pada akhirnya kami mulai intense berkirim SMS. Awalnya gegara dia curhat masalah cewek padaku. Yah.. ceritanya ia baru putus saat itu. Aku nggak begitu kaget sih, dia curhat ke aku.. masalahnya dulu waktu SMP pun dia sempet curcol gitu tentang taksirannya ke aku. So far.. hampir tiap hari aku berkirim pesan sama dia. Lama-lama geer juga sih.. cuma aku sama sekali nggak berani mikirin kemungkinan yang satu itu. Apalagi kalo bukan gara-gara minder. Rendah diri banget pokoknya aku dulu.. haha, meski cuma dipendem doang sih.. Dari luar tetep keliatan cewek pinter udik yang cuek sama sekeliling.. hehe
  

 Tapi yang namanya cewek, kalo ngerasa diperlakukan spesial apalagi sama cowok yang dirasa lebih baik dari dia, pasti goyah hatinya. Pesan-pesan darinya sama sekali nggak ada yang sanggup aku apus, waktu itu. Pertama kalinya dalam hidupku aku menunggu kabar dan cerita dari seseorang setiap harinya. Cuma gara-gara gengsiku yang emang dari sononya udah kelewatan gede, aku sama sekali nggak mau nunjukin hal itu. Tiap arah obrolan nyerempet ke arah bahaya (red: cinta-cintaan) aku langsung ngeles dengan sigapnya. Aku semacam antisipasi kalo-kalo aku cuma kegeeran dan nantinya malu sendiri. Aku belum siap, terlampau minder.

Temen-temen sekelas akhirnya juga ngecium gelagat kami. Kami jadi bahan ledekan. Lucu juga sih.. cuma aku semakin takut terluka harga dirinya, kalau-kalau aku cuma lelucon baginya.. Karenanya aku menjauh.. aku buat garis batas antara aku dan dia. Selalu menghidarinya, apalagi kami nggak sekelas lagi tahun depannya. Dramatis, kelasku dan dia berada di ujung gedung yang berbeda. Sedikit lega, tapi itu memperparah keadaan. Tiap kali berpapasan aku cuma bisa ngelempar senyum. Pernah sekali jantungku seakan mau copot ketika berusaha melengos darinya. Kenapa? karena aku ngeliat mata sedihnya yang lurus menatapku. Oke, hidupku berasa drama saat itu.. berharap ada backsound song sedih yang menyayat hati.. hahaha.

Cuma kayanya aku nggak bisa lepas darinya, pada akhirnya kami malah makan bareng, pulang bareng, bahkan dia bela-belain nganterin aku pulang ke rumah, padahal rumah kami jauh banget (dia di kota, aku di kecamatan 10 km dari kota, sip.. makin berasa udik aku.. hahaha). Gara-gara sering kepergok, gosip tentang kami makin santer beredar di sekolah. Apalagi ditambah postingan dia di jejaring sosial yang secara tersirat menyinggung keberadaan "seorang cewek" baginya. Semakin geer, semakin minder, dan aku semakin takut terluka. Gadis polos yang kelewat pengecut buat bilang suka. Akhir ceritanya bisa ketebak. Bahkan setelah pengakuannya padaku aku masih terlalu takut untuk menerima.

Kami kemudian terpisah jarak waktu kuliah. Awal-awal kuliah aku galau abis. Tiap hari coret-coret kertas nggak jelas. Pengen nanya kabar, tapi gengsi banget buat sms duluan. Pernah sekali dua kali kami video call atau telfonan. Tapi pada akhirnya, kesibukan dan lingkungan yang berbeda yang membuat kami semakin jauh. Cerita kami sudah selesai, pikirku.


Tapi beberapa waktu lalu, dia menghubungiku. Masih dengan candaannya yang khas, seakan kami nggak kepisah lama. Waktu itu aku takut banget. Kenapa? Karena aku udah pacaran sama mas Argan. Kita udah lama lost contact, dan aku ngerasa aneh banget kalo tiba-tiba aku bilang udah punya pacar. Meski akhirnya dia tahu dengan cara yang lebih sadis (menurutku :( ).

Telepon terakhirnya bilang kalo selama ini aku masih berada di posisi sama baginya, bahkan sebenernya dia mau ngirimin surat cintanya yang dulu pernah dia bikin buatku. Dia paham posisiku sekarang, dia bahkan mendoakan kami. Oke, itu romantis banget (paling tidak menurutku). Ada cowok yang masih nyimpen surat untuk cewek yang disukainya bahkan setelah bertahun-tahun tak ada kabar. Nemo kalah masalah ini *nangis darah.

Aku emang nggak pernah baca surat itu pada akhirnya, jarang berkirim kabar lagi seperti sebelumnya. Hanya saja rasa kagumku padanya semakin bertambah. Respect banget pokoknya. Suka kangen juga. Masih.. sampe sekarang. Aku nggak yakin dia bisa baca tulisan ini. Dan aku malah senang karenanya. Biasalah.. gengsi.. *nggak kapok. Tapi dari hatiku paling dalem aku bangga, bahagia sekaligus sedih karena pernah menjadi cewek pengecut yang menemani masa SMAmu, si permen coklat.


Aku mengulum senyum.. Kau pilih mana? Permen atau coklat? tanyaku..
Tanya hatimu jawabmu pada akhirnya..
Hatiku bilang kau keduanya, teman
Sederhana, manis dan ajaib.


cute, first love, love, pretty, quote, quotes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar