Rabu, 13 Maret 2019

Lemon Hangat Untukku

Bapak, ibu, mba Ana dan Mas Maman berkunjung hari ini. Menyenangkan bisa berkumpul seperti ini. Meski sekedar mengobrol ringan dan sedikit meledek satu sama lain. Itulah keluarga. Sederhana tapi indah.

Seharian sibuk membuat pilekku makin parah. Mas Arga sampai khawatir melihatku susah bernafas hingga bolak balik kamar mandi untuk membersihkan hidung. Kalau aku sakit, mas Arga memang selalu perhatian seperti ini. Aku suka, hehe.

Malam-malam dia sengaja pergi ke toko buah dan membeli beberapa buah lemon. Sesampainya di rumah dia langsung menyeduh air perasan lemon untukku. Tak lupa diberikan irisan lemon sebagai garnish yang cantik. How sweet you are baby fish..

Air lemonku yang cantik pelan pelan aku minum. Tak rela rasanya kalau langsung habis. Lebay ya? Haha. Sekarang, pembuat air lemonku sedang pulas tertidur. Matanya menghitam, kelelahan. Beberapa hari ini sepertinya sedang ada beban di kantor, kasihan.

" Wish you a nice dream sweeto.. Maaf hari ini tak sempat menanyakan kabar dan ceritamu. Boleh dirapel besok?" Bisikku pelan disampingnya.

Cangkir lemonku masih di atas meja. Biar saja disitu, sampai aku puas melihatnya.

Selasa, 12 Maret 2019

You can do it


Hari ini aku berjumpa lagi dengan kawan lama. Sebenarnya kemarin juga, cuma karena tidak sempat cerita aku rangkum aja ya.. haha

Kawanku ini kawan dekatku saat kuliah. Kami sering saling menginap di kamar masing-masing seolah itu kamar kami sendiri. Kami sering berbagi tangis, entah masalah keluarga, hidup atau masalah paling basic saat kuliah a.k.a cowok. Kami masih punya kumpulan  foto memalukan jaman dulu,  yang meski mengerikan untuk dilihat  tapi tak sampai hati untuk menghapusnya. Kalau mengingat masa lalu memang kadang suka terharu ya?.

Jadi sekarang kami tinggal sekota. Dan barusan dia berubah status menjadi seorang ibu. Dari seorang malaikat kecil lucu yang usianya baru 3 bulan. Saat aku melihatnya mengASIhi bayinya siang ini aku baru sadar jadi sekarang memang adalah waktunya untuk kami sampai di tahap ini. Siap ataupun tidak, inilah kodrat kami sebagai perempuan. Aku tak pernah membayangkan dia bisa lihai menggendong bayi seperti itu tapi lihat dia sekarang. Gadis yang dulu menggila bersamaku, sekarang sudah berubah menjadi ibu.

So me, i hope you could do the same thing. I know you can.

Minggu, 10 Maret 2019

Anugerah Kecil Setiap Hari

Tema : syukur

Pulang ke rumah selalu menyenangkan. Selesai video call dengan ibu kemarin, aku jadi kangen pulang. Siangnya begitu mas Arga pulang hiking, aku meminta pulang dan mas Arga mengiyakan untuk mengantar. 

Hari ini aku berkunjung ke rumah kakak-kakak, dan mengobrol panjang dengan mereka. Dulu kejadian seperti ini hanya bisa sekitar mungkin 4 bulan sekali, sementara sekarang aku bisa pulang tiap 2 Minggu sekali. Waaoow..

Entah kenapa nafsu makan kue meningkat drastis di rumah. Segala macam makanan tak berhenti aku kunyah. Sepiring nasi cumi, ayam, bakso, lontong sayur dan berbagai cemilan seperti bakwan, bongko pisang, Chiki, roti isi ayam sampai tahu petis pun aku icip semuanya. Tapi anehnya ketika aku menimbang berat badanku sore ini, semua masih normal tanpa ada kenaikan. Waaah.. apakah aku berhalusinasi? Haha

Nikmat-nikmat kecil seperti inilah yang kadang jarang aku syukuri. Seperti betapa baiknya suamiku yang mau mengantar sejauh 50 km meski capek pulang hiking. Seperti bagaimana aku bisa melakukan family time lebih sering dan lama dari sebelumnya. Seperti ketika semua makanan boleh aku santap dan tak perlu mengkhawatirkan timbangan. Awesome!!

Allahku maha pengasih dan penyayang. Alhamdulillah.

Jumat, 08 Maret 2019

Memories of Hiking

Tema : syukur

Hari ini mas Arga pergi hiking bersama teman kantornya. Aku jadi ingat beberapa waktu lalu saat aku pergi camping bersama teman-teman kantor. Rasanya seperti baru kemarin. Semalam sewaktu aku mengambil matras dari box pindahan yang belum sempat aku bongkar, aku terdiam sejenak. Aku iri.
Kapan aku bisa seperti itu lagi?

Mas Arga sangat antusias dengan acara ini. Semalaman mengajakku berkeliling untuk mencari head lamp. Tersenyum senang saat mampir ke toko alat hiking, dan mencoba beberapa peralatan. Persis aku dulu. Aku iri. Mungkinkah aku bisa seperti itu lagi?

Berbagai pikiran tak mengenakkan kembali muncul di kepalaku. Apa sudah waktunya aku menyerah dan menerima keadaan? Mengganti arah mimpiku sekarang? Aku mengepak barang dengan muka datar tanpa senyum.

"Kamu capek sayang? Maaf ya.. kemalaman ya pulangnya?" Tanya mas Arga.

"Nggak kok Mas.. cuma sehari kan perginya?" Tanyaku.

Mas Arga mengelus kepalaku.
"Arin sepi ya nggak ada Mas lagi. Sebagai gantinya Arin mau nonton Minggu depan? Captain Marvel udah tayang loh di bioskop"

Aku tersenyum dan mengangguk. Tak sampai hati aku cerita kalau aku iri dengannya. Ya Allah, belajar ikhlas dan sabar itu susah ya..

Malam ini aku pergi ke balkon sendiri. Sudah senyap disini. Entah bagaimana di tempat mas Arga. Sudah sejak Maghrib sinyal handphone ngadat di tempatnya. Haha. Mas Arga pasti sedang ngobrol dan bercanda dengan teman-temannya. Mungkin sedang makan mi instan sambil mengelilingi api. Sama sepertiku dulu.

Memori itu indah ya. Jika dikenang bisa membuatmu tersenyum seperti aku sekarang. Atau sedih seperti semalam. Tapi yang jelas memori ada untuk mengingatkan kita, bahwa kita pernah melaluinya. Bahwa kita pernah diberi kesempatan untuk merasakannya.

Alhamdulillah.

Kamis, 07 Maret 2019

Bersih-bersih Rumah

Tema : syukur

Hari ini tanggal merah. Berarti mas Arga ada di rumah. Padahal tiap akhir pekan juga sama, tapi tetap saja tanggal merah itu bikin bahagia. Moodku sudah jauh lebih baik sekarang, jadi kuputuskan untuk beres-beres rumah total sambil menunggu suami pulang main basket pagi. 

Aku mencuci, mengganti seprei, menyiram bunga, mengepel bahkan membersihkan tangga yang biasanya malas kulakukan. Kamar mandi juga tak luput dari sasaran. Pokoknya hari ini temanya adalah bersih-bersih. 

Aku juga membersihkan peralatan makeup yang sekarang jarang aku sentuh. Dan aku menemukan beberapa item yang sepertinya rusak. Entah itu kadaluarsa atau terlalu lama di dalam koper yang panas. Ya Allah maafkan aku yang menyia-nyiakan barang seperti ini. Karena sekarang aku jarang bermake-up full, sepertinya aku harus mengatur ulang prioritas belanjaku.

Selesai beberes aku tiduran di kasur dengan seprei yang baru. Tau kan rasanya? Nyaman pake banget..! Mengganti seprei memang melelahkan, tapi begitu menikmati hasilnya, uuuuh.. it's so comfy that i can't describe it well. But i know you can feel it too.. haha

Tau kan kalau kebersihan itu sebagian dari iman? Dengan bebersih, kalian bisa menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman. Kalian bisa memilah barang mana yang masih diperlukan, dan barang mana yang tidak. Barang mana yang harus dibeli ulang, dan barang mana yang seharusnya tidak dibeli lagi. Sehingga tidak ada barang mubadzir dan barang yang menumpuk tak disentuh di sudut rumah. Plus satu lagi, beberes rumah itu membakar kalori yang cukup banyak loh.. nggak kalah dari suami yang basket mulu tiap pagi.

Alhamdulillah.

Rabu, 06 Maret 2019

Kakek Penjual Pisang

Tema : syukur

Biasanya para pengantin baru akan sangat mendambakan hadirnya buah hati. Kami pun begitu. Rasanya ada yang tidak lengkap tiap tamu bulanan itu datang. Namun bulan ini, tak seperti biasanya, aku telat. Kira-kira sudah seminggu. Namun tak disangka di saat seperti ini aku justru dilanda kerisauan. Hingga aku tidak berani melakukan test.

Aku ingin bisa lengkap sebagai seorang istri, memberikan apa yang diharapkan seluruh keluarga besar, yaitu putra atau putri kecil yang lucu. Aku benar-benar ingin melihat si kecil itu tumbuh dalam perutku. Tapi, di sisi lain, harapanku ini mencekikku.

Aku masih berharap menjadi wanita karir. Aku tahu, kesempatanku tak banyak karena aku pindah ke sebuah kota kecil, aku sudah 26 tahun dan aku sudah menikah. Bagi sebuah perusahaan statusku ini pasti jadi pertimbangan. Dan lagi jika aku hamil dan punya anak. Ya Allah, sudah berhari-hari pikiran ini membuatku kalut. Tapi ketika aku menulis ini, aku merasa jahat sekali.

Harusnya aku lebih tahu konsekuensi apa yang harus aku hadapi ketika memutuskan resign sebelum mendapatkan kerja baru. Namun jauh di lubuk hatiku, aku masih belum siap melepas mimpiku. Aku tak boleh dan tak bisa menyalahkan siapapun. Aku tak tahu harus marah pada siapa.

Apa aku salah jika berharap segera mendapat kerja sebelum positif hamil?
Tapi aku tahu, tidak benar menolak rejeki Allah. Aku tidak berhak untuk itu. Aku takut Allah marah dan bahkan menjauhkanku dari mimpiku yang lain, dari si bayi kecil yang tumbuh dalam perutku.
Ya Allah, aku merasa sombong sekali karena mendikteMu.

Kemarin malam selepas belanja di indomart, mas Arga membawaku mengejar seorang kakek tua yang berjalan kaki menawarkan pisang ke orang-orang di jalan. Sang kakek tampak lelah sekali.

"Mbah, setunggale pinten?" Tanya mas Arga
"20 mas."
"Nyuwun setunggal mawon Mbah.."

Si kakek dengan sumringah melepaskan seikat pisang ditangannya. Dan ketika mas Arga memberi uang lebih, si kakek sangat senang.

Di jalan mas Arga bilang,
"Sayang, rejeki itu udah ada yang ngatur. Asal manusianya tetap berusaha, pasti dikasih jalan. Tuh lihat kakek tadi, dia jalan malam-malam di jalanan bawa pisang. Banyak yang lihat nggak? Nggak kan? Tapi tadi Allah ngasih Mas lihat, jadi Mas bisa beli.

Mas tahu, Arin sedih. Tapi rejeki itu nggak datang dari satu pintu aja. Mas yakin Arin bisa. Arin punya kemampuan lebih, tinggal Arin belajar sabar yaa.. Insya Allah indah."

Aku menangis semalaman. Tiap hari aku menulis tentang syukur, tapi lihat tingkahku. Astaghfirullah.

Senin, 04 Maret 2019

Semangkok Mi Instan Pedas

Tema : syukur

Aku bangun dengan kesal tadi pagi. Semalam aku ketiduran dan tidak sempat mengirim tulisan diaryku. Begitu bangun, sudah lewat tengah malam dan itu mengesalkan sekali.

Pagi ini gerimis, membuatku gagal jalan-jalan pagi menikmati sawah. Moodku kacau seharian. Bahkan hingga siang awan menutupi langit, sehingga jemuran bajuku tak kering-kering. Kesal membuatku lapar. Dengan asal aku menumis irisan tipis dendeng dan memakannya dengan nasi panas. Lumayan bikin keringetan, haha.

Selesai makan aku kembali ke kamar, menengok hasil karya clayku kemarin, mengecek apakah sudah kering dan siap untuk dicat. Hmm.. masih belum kering sepenuhnya. Mungkin besok baru bisa dicat. Oke, paling tidak besok aku sudah tahu akan melakukan apa.

Mas Arga pulang kerja sore ini dan merajuk minta mi instan kuah yang pedas. Cocok sekali, mi kuah yang super pedas pasti bisa bikin moodku baikan. Begitu siap, mas Arga dengan sumringah langsung melahap mi instannya.

"Sayang, Kamu kasih cabe berapa ini? Gila.. pedesnya.."

"Cuma satu setengah kok kamu, yang setengah lagi masuk mangkok aku. Kenapa? Pedes banget? Hahaha". Aku kaget melihat keringat mas Arga menetes layaknya habis cuci muka.

Aku memang pakai cabe setan dan mi yang aku pake memang mi yang super pedasnya. Merasa kasihan, aku mengambilkan segelas air putih untuknya, dan langsung ludes seketika. 

"Gimana mi nya? Sesuai ekspektasi?"

"Enak sayang, tapi pedes banget. Perutku panas sekarang. Haha.. makasih yaa" mas Arga mencubit pipiku.

Tuh kan.. semangkok mi memang bisa bikin mood baikan. Asalkan ada cubitan kecil itu.

Alhamdulillah.

Sabtu, 02 Maret 2019

Paper Clayku dan Pagiku

Tema : syukur

Ketika aku membereskan meja pagi ini, tak sengaja aku melihat bungkusan benda yang sudah lama tak aku sentuh, paper clayku. Iseng aku mengecek kondisi dan teksturnya. Masih sama, mungkin hanya perlu sedikit tambahan air tapi masih baik-baik saja.

Akhirnya aku membongkar perlengkapanku, mengisi cangkir dengan air dan menyiapkan meja lipat yang biasa kugunakan sebagai alas. Haha, posisi kamarku masih berantakan tapi aku benar-benar tak tahan ingin bermain-main dengan gumpalan benda liat putih ini. Saat aku asyik membentuk clay, mas Arga pulang dari lari paginya. Penasaran, ia ikut duduk di sampingku dan meneguk air tehnya.

"Ngapain? Tumben pagi-pagi mainan." Katanya.

"Nggak tau, lagi pengen aja." Jawabku singkat.

Kadang ada kalanya kamu tiba-tiba ingin melakukan sesuatu, dan kalau ditunda nanti perasaan menggebu-gebu itu akan hilang. Mengerti kan? Haha

Mas Arga tertawa singkat, mengelus kepalaku dan mulai makan nasi bungkus yang ia beli di jalan.

"Nih, aku beli nasi rames. Makan dulu aja.." katanya menawarkan.

Aku tersenyum. Tiap abis olahraga dia pasti kelaparan. Ckckck.

Pukul 9 pagi, kerajinan isengku akhirnya selesai. Sebuah karakter pengantin dalam busana tradisional Jawa. Lumayanlah, itung-itung pemanasan. Mengisi waktu luang dengan hobi itu menyenangkan. Saat kita melakukan sesuatu yang kita sukai, kita bisa melepaskan stress dan menenangkan pikiran.

Terima kasih Allah, untuk paginya yang menyenangkan. Alhamdulillah.

Jumat, 01 Maret 2019

Kopi, Kita dan Kata-kata

Tema : syukur

Kami punya kedai kopi favorit di kota. Dan es kopi susunya sangat enak. Tiap ada waktu kami akan duduk berjam-jam disini, minum kopi sambil mendengarkan live music dan mendownload film.

Tempatnya santai dan nyaman. Dan yang paling aku suka, tempatnya bersih dan memiliki vibe layaknya cafe-cafe di Jakarta. Lumayan jadi pengobat rinduku pada peradaban kaum milenial, haha. Dan yang pasti makanan dan minumannya enak. Sejauh ini belum ada hidangan yang mengecewakanku.

Malam ini aku pergi kesini. Seperti biasa pesan es kopi susu, namun kali ini aku mencoba varian snack baru, mix ball, bitterballen dengan variasi isian. Hmm.. rasanya lumayan, apalagi diiringi musik yang romantis begini. Lagu yang dimainkan sekarang adalah "Sway" dari Dean Martin. Aah.. aku suka suasana seperti ini.

Kopi, kita dan kata-kata. Obrolan ringan tentang hari ini langsung menguapkan rasa bosanku seharian di rumah. Simple yah, moodboosterku cuma sekedar satu cup kopi. Tapi itu memang ajaibnya minuman ini.

Teguk, rasakan dan buang semua pahitmu dalam kopimu. Mau coba?

Terima kasih atas kencan manisnya malam ini, Nemo Fish. I'm really grateful to have you here. Alhamdulillah.

Kamis, 28 Februari 2019

My Super Hero

Kemarin malam aku tidak bisa tidur. Perutku sakit, sepertinya asam lambungku naik dan membuat perutku amat sangat tidak nyaman. Mungkin aku kecapekan acara piknik kemarin. Aku baru sampai rumah jam 7 malam, dan baru mandi sekitar jam 9. Mas Arga sendiri baru sampai rumah pukul 11 malam, karena terjebak macet. Kasian. Pasti lelah sekali. Bahkan mas Arga sempat mimisan karena jet lag. Alhasil kami tidak sempat mengobrol dan bercerita tentang apa yang sudah kami lewati seharian seperti biasanya.

Dini hari aku terbangun kembali dengan keringat dingin. Berulang kali aku berganti posisi tidur, mencari posisi yang nyaman. Merasakan gerak-gerikku yang tidak seperti biasa, mas Arga terbangun. Melihatku kesakitan, dia memelukku dan bertanya ada apa. Dengan mata yang masih merah dia bergegas mengambilkan air minum dan mengoleskan minyak ke perut dan punggungku. Ya Allah aku manja sekali. Sungguh kasian melihat mas Arga sibuk mengurusku dengan mata yang merah seperti itu. Jadi, ketika dia menawarkan teh hangat setelahnya, aku menolak dan bilang hanya perlu peluk darinya, dan kembali tidur.

Aku terbangun tiap beberapa menit, dan tiap itu terjadi mas Arga mengelus kepalaku dan menenangkanku. Aku baru bisa tidur tenang setelah subuh datang.

Pagi harinya mas Arga terlihat capek sekali. Tidak seperti biasanya yang penuh semangat. Dia bertanya padaku haruskah dia berangkat siang ke kantor karena aku sakit. Bahkan setelah aku yakinkan dia bahwa aku tidak apa-apa, dia masih berniat pulang sebentar menengokku saat istirahat siang nanti. Ya Allah, aku merasa jahat sekali.

Setelah mas Arga berangkat ke kantor, aku menangis. Seharusnya aku yang merawatnya dan menghilangkan rasa capeknya. Tapi yang ada aku makin menambah beban pikirannya. Aku merasa sangat tersentuh dengan perhatiannya. Tanpa nada marah sama sekali dia sabar menghadapi tingkahku semalam padahal aku tahu dia juga sakit. Sungguh aku sangat bersyukur memiliki suami seperti dia.

Allah baik sekali padaku. Alhamdulillah.

Rabu, 27 Februari 2019

Piknik

"Kita piknik yuk!.."

Begitulah ajakan mba Ana yang dengan antusias aku jawab semalam. Jadi hari ini, tumben sekali pagi-pagi aku sudah mandi dan berdandan. Rasanya kangen sekali pakai makeup. Haha.. Dulu tiap akhir pekan pasti aku pakai makeup, entah itu hanya sekedar untuk berjalan-jalan di mall, atau yang paling sering ikut kelas workshop di Jakarta. Sementara sekarang, mas Arga lebih suka aku dengan makeup tipis. Mentok cuma pakai bedak dan lipstik.

Dan berhubung pagi ini aku punya waktu siap-siap yang lumayan lama, aku keluarkan deh amunisi perang yang lama berdebu itu. Lumayan loh, bikin suasana hati tambah cerah.

Kali ini aku, bapak, ibu, mba Ana dan keponakanku Aisyah akan pergi ke Eling Bening, resort yang dilengkapi kolam renang, outbond dan playground di kota Semarang. Berhubung hari ini bukan akhir pekan, tempatnya sepi sehingga kami leluasa berjalan-jalan dan menikmati pemandangan Rawa Pening di bagian bawah.

Setelah puas mengantar Aisyah berlarian dan main di Playground, kami bertolak ke Kampung Rawa, restoran apung yang tak jauh dari situ. Untuk sampai ke restorannya, kami melalui jalur kolam ikan, dengan menggunakan rakit. Seru sekali.

Sudah lama aku tidak bepergian santai bersama keluarga seperti ini. Selama delapan tahun terakhir aku tinggal jauh dari rumah. Pulang pun cuma beberapa hari dan kadang habis karena reuni bersama teman lama. Dan karena acara hari ini aku sadar, liburan bersama keluarga itu penting sekali. 

Dekat bersama keluarga rasanya hangat dan nyaman. Bagi yang pernah merasakan jauh dari keluarga selama bertahun-tahun pasti mengerti. Dengan pengalaman hari ini, aku semakin ikhlas menjalani kehidupan baruku sekarang. Hidup dekat dengan keluarga tersayang. Alhamdulillah.

Sungguh Allah adalah dzat yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.

Selasa, 26 Februari 2019

Bunga Cantik Lain untuk Kami

Sore ini aku berkunjung ke makam Mbah Uti untuk pertama kalinya. Tanahnya masih merah, dan taburan bunganya pun masih segar. Mbah Uti disemayamkan tak jauh dari makam Mbah Kung yang lebih dulu berpulang.

Hari ini memang sibuk sekali. Para saudara dan tetangga berkumpul dan bersama-sama menyiapkan makanan. Ramai sekali. Kalau tidak ada acara khusus seperti ini, jarang sekali kami bisa berkumpul dan bercanda bersama. Anak-anak kecil berlarian dan main ayunan di halaman. Para bapak menyiapkan kursi dan perlengkapan acara. Sementara para ibu dan anak perempuan mereka berkutat di dapur dan atau sibuk mengerjakan urusan kardus berkat untuk tamu.

Alhamdulillah cuaca dari pagi cerah. Bahkan hingga selesai pengajian pukul setengah sepuluh malam tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Kursi tamu pun penuh, tak ada kursi kosong. Semua dilancarkan dan semoga doa-doa yang dipanjatkan bisa menjadi penolong Mbah Uti di kemudian hari.

Orang bilang jika kita kehilangan sesuatu dan ikhlas, Allah akan ganti dengan yang lain. Dan hari ini, tepat tujuh hari sepeninggal Mbah uti, cucu perempuan Mbah Uti, keponakanku, lahir. Benar-benar indah rencana Allah. Tidak perlu menunggu lama, keluarga besar kami mendapat titipan makhluk cantik sebagai pelipur lara.

Maha Besar Allah dengan segala rizkiNya.

Senin, 25 Februari 2019

Dalam Perjalanan Naik Bus Kudus - Jepara

Hari ini aku pulang Jepara lagi. Karena kebetulan mas Arga dinas ke luar kota lagi selama beberapa hari dan besok adalah hari pengajian terakhir untuk Mbah Uti.

Waktu masih menunjukkan pukul sebelas siang, saat aku sampai di terminal. Begitu naik bus aku langsung pilih bangku paling depan. Karena selain disini lebih nyaman bagiku, aku juga tak perlu repot berpindah tempat kalau-kalau ada penumpang yang hendak turun. Lagipula aku kan turun di pemberhentian terakhir.

Begitu sampai di terminal Jepara, aku langsung berpindah bus ke arah Mlonggo, kampung halamanku yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer dari kota. 

Pas sekali, saat itu jam setengah satu siang, saatnya anak-anak pulang sekolah. Saat aku melihat mereka, aku jadi teringat masa remajaku belasan tahun lalu. Sungguh sangat nostalgic.

Dua siswa SMP di belakangku sibuk bercerita tentang pelajaran olahraga pagi tadi. Sementara tiga siswi lainnya mengobrol cemas, membahas soal latihan try out yang sepertinya menakutkan. Dulu aku juga begitu, begitu berhadapan dengan ujian, hati dan pikiran tidak bisa tenang. Kemana-mana baca buku pelajaran. Dulu belum secanggih sekarang, yang cukup bawa e-book dan gadget. Tak perlu berat-berat bawa buku kemana-mana. Tapi justru ketidakpraktisan itulah yang ngangenin. Bangga sekali diriku kalau ingat dulu aku punya niat besar sekali untuk belajar.

Tak terasa belasan tahun sudah berlalu. Tapi kurasa niat belajarku masih tinggi, hanya berubah visi. Jika dulu tujuanku adalah lulus ujian, sekarang tujuanku adalah lulus menjadi istri dan wanita yang menginspirasi. Haha, tak apa kan berkhayal tinggi?

Aku bersyukur naik bus dan bertemu mereka siang ini. Aku seolah diingatkan bahwa belajar itu tak pandang usia. Bahwa sampai sekarang semangatku masih ada. Buktinya aku masih berusaha mengerjakan PR diary tiap malam. Haha..

Jadi, hal apa yang anda pelajari hari ini?

Minggu, 24 Februari 2019

Hujan Lebat di Balik Jendela

Siang ini hujan lebat sekali. Angin kencang sampai membuat jendela kamarku bergetar. Pemadaman listrik memperparah keadaan.

Terjebak di rumah tanpa listrik, membuatku bingung harus berbuat apa. Handphone-ku sudah mati sedari tadi karena kehabisan baterai. Dan aku tidak mood untuk melukis atau bermain clay dalam keadaan gelap seperti ini.

Di sudut kamar, mas Arga sibuk dengan laptopnya. Besok dia akan bertolak ke Makassar karena urusan kantor. Sepertinya dia masih perlu membuat beberapa perbaikan pada program yang akan dia bawa besok.

Hmm.. apa yang harus aku lakukan? pikirku. Kemudian perhatianku tertuju pada paket kecil yang tergeletak di atas meja. Oh iya, beberapa waktu lalu, teman baikku di kantor dulu mengirimkan sesuatu. Yaitu buku antologi cerpen hasil kolaborasinya dengan angkatan 14 FLP Bekasi. Ini momen yang pas untuk membacanya.

Begitu membukanya, ada catatan kecil yang dituliskan oleh Chipaw di dalamnya. Pesan manis dari teman sarapan muka bantalku setahun terakhir. Aku tersenyum. Chipaw hebat sekali, dalam kesibukannya ia masih sempat menulis bahkan menjadikan hasil karyanya menjadi buku seperti ini. Aku jadi semangat. Aku harus belajar lebih giat lagi agar bisa menghidupkan blogku lagi. Resolusiku tahun ini memang merubah blog ini dengan konsep baru yang lebih bermanfaat.

Kata sensei Jee Luvina, mentorku di program kelas menulis, membangun kebiasaan untuk menulis diary itu bagus sekali. Aku dituntut untuk mencurahkan emosiku agar perasaanku sampai ke pembaca. Belum lagi, aku harus menemukan hikmah dari kejadian-kejadian kecil di sekelilingku. Kalian tahu apa yang seru? Selain aku bisa menghabiskan waktu dengan kegiatan yang bermanfaat, menulis diary membuatku selalu bersyukur. Awalnya aku bingung mencari-cari hal apa yang memiliki hikmah di hari itu. Tapi sekarang aku jadi sadar, bahkan hujan deras yang mengurungku di rumah sekalipun punya hikmah besar dalam hidupku. Aku bisa meluangkan waktu membaca tulisan sahabatku, dan memiliki semangat baru untuk menulis.

Betapa rencana Allah itu baik adanya. Bahkan di setiap hal kecil di kehidupan kita semua. Benar?

Sabtu, 23 Februari 2019

One of My Gifted Morning

Pagiku buru-buru sekali. Sehabis sholat subuh aku dan mas Arga langsung bertolak ke Kudus. Semalam mas Arga menyusul ke Jepara sepulang dinas, untuk ikut acara tahlilan hari ketiga Mbah Uti. Masalahnya mas Arga masuk kerja di hari Sabtu, jadi kami harus bergegas agar dia tidak terlambat.

Kalau saja ini 3 tahun lalu, pasti tidak akan segugup ini. Adanya pabrik-pabrik baru di sekitar jalan raya penghubung Jepara-Kudus mengakibatkan kemacetan tiap pagi. Dan mengendarai mobil di jalan yang penuh dengan motor akan memakan waktu. Dan benar, meski ini hari Sabtu, jalanan penuh seperti biasa. Ini semua karena kami kecapekan setelah acara semalam, jadi kami bangun sedikit kesiangan. Alhasil pagiku sudah penuh pacuan adrenalin.

Sesampainya di rumah, mas Arga buru-buru mandi dan bersiap. Sambil menggigit kue lapis legit dia langsung pamit dan melaju motornya dengan kencang. Begitu rumah sepi, aku mulai menjalankan aktifitas seperti biasa, tapi begitu akan mengabari ibu bahwa kami sudah sampai, aku baru sadar, sepertinya handphoneku terbawa oleh mas Arga. 

Aku menggerutu. Harusnya pagi ini aku membaca ulang hasil kelas menulis semalam. Karena kesibukan acara, aku sama sekali belum membacanya. Aku kesal sekali. 

"Kenapa mas Arga  tidak mengecek ulang bawaannya sih.. What a bad day!!"

Aku membersihkan kamar sambil cemberut. Lalu perhatianku terhenti pada rangkaian bunga kering di atas meja. Bunga hadiah ulang tahun dari mas Arga yang sengaja aku keringkan.

Aku tersenyum.

"Selamat pagi bunga, kamu pasti tertawa melihat kelakuanku sedari tadi ya? Haha.."

Aku melihat koper mas Arga yang terbuka di tengah ruangan. Acak-acakan. Dia pasti terburu-buru kemarin dan langsung pergi ke Jepara tanpa sempat merapikan barangnya. Hatiku menghangat. Begitulah caranya mencintai keluargaku. Dan diriku tentunya.

Betapa harusnya aku bersyukur bahwa pagi ini kami dapat sampai di rumah tepat waktu. Mas Arga bahkan masih sempat makan kue yang diselipkan ibu ke dalam mobil. 

Maka untuk apa aku merusak pagiku yang dilimpahi rejekiNya?

Jumat, 22 Februari 2019

Fifth Day of 30 Days Diary Challenge

Hari ini gerah sekali. Dan sepertinya langit masih tidak rela melepaskan hujan untuk kami di bawah sini.

Setelah berbelanja beberapa bahan keperluan di swalayan, aku berhenti ke warung jajanan pinggir jalan. Kali ini aku memesan batagor kuah ekstra pedas dan segelas teh manis. 

Sambil makan aku sibuk berbalas whatsaap. Hari ini mas Arga pulang setelah 3 hari dinas ke Pontianak. Akhir-akhir ini dia sering ke luar kota. Lumayan lah.. itung-itung refreshing dia. Refreshing aku juga sih, soalnya aku jadi bisa lama di rumah Jepara.

Mas Arga pasti suka batagor kuah. Makanan kuah seperti ini kegemaran dia. Maklum, rasa-rasanya memang mirip bakso Malang, makanan khas kampung halamannya. Seingatku dia belum pernah sekalipun makan jajanan ini. Mungkin hari Minggu depan aku akan ajak dia kesini.

Hari ini adalah tepat dua bulan semenjak pernikahanku. Dan mas Arga pasti lupa. Untuk hal-hal sentimentil seperti ini memang perempuanlah yang lebih peka. Kadang keacuhannya inilah yang bikin gemas. Kalau aku ingatkan dia akan pasang muka bersalah dan bikin gemas. Itu lucu sekali. Persis seperti batagor kuah. Hangat dan membuat hati senang.

Kamis, 21 Februari 2019

The Fourth Day of 30 Days Diary Challenge

Dari dulu aku kurang nyaman dengan rumah sakit. Meski aku suka dengan bau karbol menyengat dan lampunya sangat terang, suasana rumah sakit bagiku selalu sendu.

Waktu SMP, aku bolak balik ke rumah sakit untuk check up penyakit flek yang aku derita. Tiap Senin jam 9 pagi, dua minggu sekali, aku mengisi form ijin keluar sekolah, naik angkot dari depan gerbang dan berangkat ke rumah sakit sendirian. Selama 9 bulan kegiatan itu jadi rutinitas rutin aku dan itulah sepertinya alasan mengapa aku kurang suka dengan rumah sakit.

Rumah sakit itu dingin, bau obat, banyak orang yang berlarian atau terlihat lesu di depan kamar inap. Tapi aku juga melihat banyak anggota keluarga yang saling menguatkan, memberi semangat dan itu menghangatkan dinginnya rumah sakit. Tapi, aku sendirian.

Malam ini aku menjenguk salah satu keponakanku yang sakit. Dokter bilang terkena infeksi virus. Meski sudah baikan, wajahnya masih sayu. Aku maklum, karena nenek kami, Mbah Uti baru saja meninggal dan dia tidak bisa pulang untuk mengajikan. Ya, kami masih berkabung. Semoga Allah selalu memberi kita kekuatan dan selalu melindungi kita dari keburukan.

Rabu, 20 Februari 2019

Third Story of 30 Days Diary Challenge

"Assalamualaikum, Rin.. mba menyampaikan kabar, kalau Mbah Uti baru saja meninggal." 
Telfon singkat dari mba Ana siang tadi masih terdengar jelas di telingaku. Dengan badan yang masih gemetar, aku langsung pulang ke Jepara. Alhamdulillah meski tidak sempat melihat wajah Mbah Uti sebelum dimandikan dan dikafani,baku masih sempat mengantar Mbah Uti berangkat ke peristirahatan terakhirnya.

Akhirnya disinilah aku, duduk menepi di barisan belakang orang-orang yang membacakan tahlil dan surat Yasin untuk Mbah Uti. Mataku menelusur memandang kursi teras yang biasa diduduki beliau. Tepat sebulan lalu aku masih mencium tangan Mbah Uti disana. Mbah Uti duduk sementara cucu-cucunya duduk melingkar di bawahnya. Mbah Uti memandang kami, sambil memakan bapia keju, oleh-olehku dari Jogjakarta. Kala itu aku sama sekali tidak berfikir kalau itulah saat terakhirku bisa melihat Mbah Uti.

Saat aku menulis ini, aku merinding.
Betapa usia adalah rahasia Allah yang tidak bisa ditebak kapan berakhirnya.

Selasa, 19 Februari 2019

Second Day of 30 Days Diary Challenge

Bulan malam ini terhalang awan. Hanya terlihat semburat sinar tipis, seolah sengaja sembunyi dari kami. Serangga-serangga kecil tampak sibuk mengitari lampu jalanan, setelah seharian entah menjelajah mana.

Kami baru saja selesai makan malam, dan sekarang sedang minum teh santai sambil menatap layar hp masing-masing. Dia sibuk melihat pertandingan basket, sementara aku masih berusaha menulis. Kesukaan dan hobi kami memang berbeda, aku sama sekali tak suka olahraga, sementara dia benar-benar tak tertarik dengan urusan pena.

Melihat aku mengernyitkan dahi dari tadi, dia tiba-tiba masuk rumah dan keluar dengan sekotak kue nanas. Haha, itu yang aku suka darinya, selalu berbuat manis tanpa diminta.

Malam ini kami gagal lagi kencan keluar. Tapi menghabiskan waktu bersamanya, ditemani dengan sekotak kue nanas dan secangkir teh sudah terasa sempurna.

Bukankah demikian? Segala sesuatu akan terasa berbeda jika kita selalu berterima kasih atas keadaan kita. Kadang hidup tidak sesuai rencana. Kadang terlalu asam, asin atau terlalu pahit. Maka dari itu, saat semuanya terasa sesak, aku akan ingat saat ini. Saat aku mengambil nafas dalam, melihat bulan yang malu-malu, memakan kue dan minum teh bersamanya. Sempurna.

Senin, 18 Februari 2019

My First of 30 Days Diary Challenge

Hari Senin memang biasa terasa panjang. Bahkan setelah membereskan rumah dan mengeringkan pakaian, aku masih punya banyak waktu santai.

Seperti siang tadi, saat aku keluar dan duduk di balkon lantai dua. Aku memperhatikan dua pot tanaman gantung yang dibiarkan menggantung menjulur ke bawah, menuruni dinding ruang tamu. Tanahnya baru saja diganti kemarin, dan warnanya yang merah kecoklatan sangat kontras dengan warna hijau daunnya yang lebat. Menyenangkan untuk dilihat.

Apa yang aku suka di balkon rumah adalah aku bisa bebas melihat pemandangan sekitar. Di dekat rumah jelas terlihat hamparan ladang tebu dan sawah yang luas hingga bertemu kaki gunung Muria di sebelah utara. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranku bahwa aku akan tinggal disini, di kota kecil dengan pemandangan luar biasa seperti ini. Hingga beberapa bulan lalu, pemandangan yang kulihat jauh berbeda. Yang ada adalah gemerlap lampu dan hiruk pikuk jalan diiringi lantunan musik-musik dari kafe yang bahkan buka hingga 24 jam. Kehidupan yang aku jalani jauh berbeda. Dulu, pulang kerja jam 9 malam dan berangkat jam 5 pagi adalah hal biasa. Sementara sekarang, aku bisa duduk santai makan sereal sambil mengagumi pemandangan pukul 3 di sore hari. Tidak aku pungkiri, terkadang aku rindu kehidupanku yang sibuk. Punya rasa bangga sebagai wanita karir, dan merasa bisa melakukan apa saja. Tapi jika dipikirkan lebih dalam, kehidupanku sekarang juga sama hebatnya. Aku bangga bisa melepas egoku, sehingga sekarang aku bisa melihat senyum lelakiku setiap pagi.

Rencana Allah memang tidak bisa ditebak, tapi selalu indah.
Sama seperti hari Seninku.